welcome to my blog

Rabu, 03 April 2013

KARAAKTERISTIK BAHASA SASTRA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Bahasa sastra adalah bahasa yang khas dalam dunia sastra dan menurut beberapa orang menyimpang dari cara penuturan yang telah bersifat otomatis, rutin, biasa, dan wajar. Penuturan dalam karya sastra selalu diusahakan dengan cara lain, baru, dan belum pernah dipakai sebelumnya. Unsur kebaruan dan keaslian merupakan suatu hal yang menentukan nilai sebuah karya. Penyimpangan bahasa dalam sastra tidak menjadi kebebasan yang tak terbatas. Fungsi komunikatif bahasa masih membatasi kebebasan pembiasan bahasa itu. Bahasa yang dibiaskan masih mendasarkan pada bahasa yang konvensional agar pesan yang disampaikan sastra dapat dipahami dan terima oleh pembaca sehingga diperlukan keefektifan dalam pengungkapan suatu karya sastra. Hal itu dilakukan sebagai usaha mendeskripsikan makna yang terkandung di dalam karya tersebut serta menikmati keindahannya         .
Sastra menyediakan norma untuk pemakaian bahasa yang baik dan dalam hal ini ditekankan pada aspek pragmatis yang sejak dulu memainkan peranan penting dalam retorika. Retorika seringkali menjadi sistem normatif atau preskriptif, yaitu menentukan norma yang harus diterapkan dalam pemakaian bahasa yang baik dan indah.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian bahasa sastra ?
2.      Apa saja karakteristik dari bahasa sastra ?
3.      Bagaimana penjelasan mengenai style bahasa sastra ?


C.    MAKSUD DAN TUJUAN MAKALAH
1.      Sebagai pemenuhan dari tugas diskusi mata kuliah Kajian Kesusastraan.
2.      Agar mahasiswa mengetahui tentang pengertian dari bahasa sastra.
3.      Agar mahasiswa bisa mengetahui tentang apa saja karakteristik dari bahasa sastra.
4.      Agar mahasiswa bisa mengetahui penjelasan tentang style bahasa sastra

BAB II
PEMBAHASAN

a.      Pengertian Bahasa Sastra
Bahasa sastra adalah bahasa yang khas dalam dunia sastra dan menurut beberapa orang menyimpang dari penuturan yang bersifat otomatis, rutin, biasa dan wajar. Penuturan dalam karya sastra selalu diusahakan dengan cara lain, baru, dan belum pernah dipakai sebelumnya.
Unsur kebaruan dan keaslian merupakan suatu hal yang menentukan nilai sebuah karya. Penyimpangan bahasa dalam sastra tidak menjadi kebebasan yang tak terbatas. Fungsi komunikatif bahasa masih membatasi kebebasan pembiasan bahasa itu. Bahasa yang dibiaskan masih mendasarkan pada bahasa yang konvensional agar pesan yang disampaikan sastra dapat dipahami dan terima oleh pembaca sehingga diperlukan keefektifan dalam pengungkapan suatu karya sastra. Hal itu dilakukan sebagai usaha mendeskripsikan makna yang terkandung di dalam karya tersebut serta menikmati keindahannya.
Untuk memperoleh pengungkapan yang efektif, bahasa dalam sastra disiasati, dimanipulasi, dan didayagunakan secermat mungkin sehingga tampil dengan sosok yang berbeda dengan bahasa nonsastra. Bahasa sastra dicirikan sebagai bahasa yang mengandung unsur emotif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang rasional dan denotatif. Penggunaan bahasa sastra lebih ditujukan pada tujuan estetik karena di dalamnya hanya menggunakan unsur emotif dan bersifat kononatif (Nurgiyantoro, 2000: 273). Keberadaan bahasa sastra itu telah diakui dan diterima karena bahasa sastra mempunyai karakteristik khusus yang membedakannya dengan bahasa nonsastra. Bahasa sastra, tentu saja lebih dominan menggunakan ciri emotif - konotatif sebab sastra mempunyai tujuan estetis penyampaian sesuatu yang tak langsung.
Sastra menyediakan norma untuk pemakaian bahasa yang baik dan dalam hal ini ditekankan pada aspek pragmatis yang sejak dulu memainkan peranan penting dalam retorika. Retorika seringkali menjadi sistem normatif atau preskriptif, yaitu menentukan norma yang harus diterapkan dalam pemakaian bahasa yang baik dan indah.

b.      Karakteristik Bahasa Sastra
Sebagai salah satu jenis karya seni, sastra tentunya tidak lepas dari aspek estetika atau aspek keindahan. Namun, perwujudan keindahan dalam karya sastra berbeda dengan karya seni lainnya. Jika aspek keindahan dalam karya seni lain dapat diamati secara langsung melalui bentuknya, sastra tidak demikian. Sastra mampu memancarkan keindahan dalam dirinya tidak hanya dari bentuk, namun yang lebih utama lagi adalah dari bahasa yang digunakan di dalamnya. Bahasa sastra adalah bahasa yang istimewa (Simpson, 2004:98). Keistimewaan bahasa dalam sastra tersebut tampak pada pengolahan kata dan kalimat yang kesemuanya mampu menciptakan nuansa keindahan di dalamnya. Jadi, karakteristik bahasa sastra yang pertama adalah penggunaan bahasa yang estetis atau indah.
Kedua, bahasa sastra merupakan plastik untuk membungkus amanat dalam sebuah cipta sastra. Bahasa dalam karya sastra dijadikan sebagai media untuk menyampaikan amanat berupa ajaran dan berbagai pesan moral kepada pembacanya. Berbagai pesan moral yang disampaikan dalam karya sastra dibungkus dengan bahasa yang indah, sehingga pembaca bisa mendapatkan dua hal utama dalam sastra yaitu kenikmatan dari bahasa sastra dan manfaat di balik bahasa tersebut.
Ketiga, bahasa sastra dinamis. Hakikatnya, bahasa dalam karya sastra tidaklah berbeda dengan bahasa-bahasa yang digunakan pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada pemanfaatan bahasa itu sendiri. Jika karya-karya nonsastra terkesan kaku dengan aturan-aturan baku tata bahasa formal, maka sastra tidak demikian. Sastra mampu memanfaatkan bahasa secara leluasan, karena penyusunan bahasa dalam karya sastra lebih dinamis (Tynjanov dalam Fokkema dan Kunne-Ibsch, 1977:22). Tidak ada tata bahasa formal yang mengatur pemanfaatan bahasa dalam karya sastra. Setiap pengarang sastra dapat memanfaatkan bahasa secara leluasa sesuai dengan caranya sendiri dalam menyampaikan pikiran, perasaan, gagasannya. Keleluasaan setiap pengarang dalam memanfaatkan bahasa dalam karya sastra dikenal dengan istilah licentia poetica.
Keempat, bahasa sastra bersifat simbolis dan konotatif. Sastra berisi realitas kehidupan manusia. Realitas kehidupan tersebut ada yang dikemukakan oleh pengarang sastra secara lugas dengan menggunakan bahasa-bahasa yang denotatif, namun ada juga yang diungkapkan secara simbolik dengan menggunakan bahasa-bahasa yang konotatif. Bahkan, penggunaan simbol dan bahasa yang konotatif menjadi salah satu ciri bahasa sastra. Dengan bahasa yang simbolis dan konotatif, pengarang sastra dapat mewakilkan kesan pribadinya terhadap sesuatu. Dengan begitu, walaupun pengarang merasa  simpati, takut, atau bahkan benci kepada sesuatu atau seseorang, dia tidak harus menyatakannya secara langsung, namun melalui simbol-simbol bahasa.

c.       Style Bahasa Sastra
Style adalah cara pengucapan bahasa dalam sastra atau cara pengarang mengungkapkan sesuatu yang kan diungkapkan. Style dalam penulisan sastra ditulis dalam konteks kesasatraan dengan tujuan untuk mendapatkan efek keindahan yang lebih menonjol.
Stilistik seringkali memperlihatkan persamaan dengan retorika, tetapi tanpa aspek normatifnya. Stilistik, ilmu gaya bahasa juga diberi definisi bermacam-macam tapi pada prinsipnya selalu meneliti pemakaian bahasa yang khas dan istimewa yang merupakan khas seorang penulis, khususnya dalam penyimpangan dari pemakaian bahasa seorang sastrawan dari mashab atau aliran ataupun angkatan tertentu (A. Teeuw, 1984:70-72).
Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan pengarang lainnya karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu di sekitarnya. Sehingga dapat didefinisikan bahwa gaya digunakan sebgai cara pemakaian bahasa yang spesifik oleh seorang pengarang.
Gaya merupakan kemajiran seorang pengarang dalam memilih dan menggunakan kata-kata, kelompok kata, kalimat, dan ungkapan yang pada akhirnya akan ikut menentukan keberhasilan, keindahan, dan kemasukakalan suatu karya yang menjadi hasil ekspresi dirinya (A. Sayuti, 2000:173-175). Pengarang tidak secara datar menggunakan bahasa untuk megungkapakan isi karya sastranya, melainkan pengarang membumbui bahasa tersebut dengan nada. Nada yang diungkapkan oleh pengarang tersebut dapat dikatakan sebagai ciri
atau karakteristik bahasa sastra.
Unsur-unsur yang membangun gaya seorang pengarang meliputi diksi, imajeri, dan sintaksis. Diksi, dapat diartikan sebagai pilihan kata-kata yang dilakukan oleh pengarang. Diksi sangat erat kaitannya dengan imajeri karena sebuah kata dapat menciptakan suatu imaji tertentu. Imajeri diartikan sebagai kata yang dapat membentuk gambaran mental atau dapat membangkitkan pengalaman tertentu yang merupakan kumpulan imaji dalam keseluruhan fiksi. Jenis imaji yang paling mendasar adalah simbol. Gagasan dan perasaan seringkali tidak dapat terwakili dengan mudah melalui sebuah serangkaian kata meski kehadiran kata tersebut sangat jelas. Simbol dapat menimbulkan efek tertentu yang mengacu pada tema, tokoh, dan elemen lain. Sintaksis, yaitu cara pengarang menyusun kalimat dalam karyanya, karakteristik panjang
pendek kalimatnya, proporsi sederhana majemuknya.
Gaya bahasa yang dipergunakan pengarang, meski barangkali tidak bersifat luar biasa, bersifat unik, di samping dekat dengan watak dan jiwa pengarang, juga membuat bahasa yang digunakan memiliki nuansa tertentu; ada gradasi makna dan keakrabannya. Hal demikian itulah yang akan menjadi penciptaan nada dalam fiksi maupun puisi.
Puisi dan fiksi sebagaimana yang banyak orang tahu adalah konfigurasi pesan. Tetapi tentunya penyair tidak sekadar mengemas pesan-pesan linguistik, lalu memadukan efek gramatikal dan mendewakan stilistika yang mengkritik lewat kata telanjang. Sejenak saja, orang bisa tahu maksudnya, bicara dengan "bahasa yang verbal" tentang ketimpangan dan ketidakadilan. Fiksi ataupun puisi sering dijadikan pilihan seniman untuk menuangkan ekspresi. Barangkali penyair/sastrawan mesti menukar ketajaman kata dengan kekarnya jeruji dan lantang "lantang" bicara, bertutur tentang penguasa yang dijilat dan rakyat dilaknat. Kata-katanya yang ironi sekaligus jenaka justru lebih bertenaga.
BAB III
PENUTUP

a.      Kesimpulan
Unsur kebaruan dan keaslian merupakan suatu hal yang menentukan nilai sebuah karya. Penyimpangan bahasa dalam sastra tidak menjadi kebebasan yang tak terbatas.
Bahasa sastra adalah bahasa yang istimewa (Simpson, 2004:98). Keistimewaan bahasa dalam sastra tersebut tampak pada pengolahan kata dan kalimat yang kesemuanya mampu menciptakan nuansa keindahan di dalamnya.
Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan pengarang lainnya karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu di sekitarnya. Sehingga dapat didefinisikan bahwa gaya digunakan sebgai cara pemakaian bahasa yang spesifik oleh seorang pengarang.

b.      Saran


DAFTAR PUSTAKA




1 komentar: